Download Film Headshot 2016 Indonesia

 headshot 2016

Seorang pria di sebuah rumah sakit terbangun dalam kondisi amnesia setelah koma selama dua bulan. Pria tersebut dirawat oleh dokter muda nan cantik sampai akhirnya mereka saling jatuh cinta. Diisi rangkaian dialog cheesy, maka takkan aneh apabila premis di atas berbuah sinetron atau FTV berjudul "Amensia Pembawa Cinta", "Aku Padamu Dokter Cantik", "Hilang Ingatan Bikin Jatuh Cinta", dan lain-lain. Namun tambahkan adegan perkelahian brutal, berondongan peluru, parade tulang patah dan kepala pecah, maka jadilah "Headshot", film ketiga Mo Brothers yang meski belum setingkat "The Raid" beserta sekuelnya, kepulangan Gareth Evans tidak lagi mengkhawatirkan. 

Ceritanya sama seperti petikan di atas. Setelah ditemukan koma di bibir pantai, seorang pria tanpa nama (Iko Uwais) dirawat di rumah sakit dalam penjagaan dokter muda bernama Ailin (Chelsea Islan). Ailin memanggil pria itu Ishmael. Setelah bangun, Ishmael tidak bisa mengingat nama, pula penyebab luka tembak di kepalanya. Tanpa Ishmael ketahui, ia memiliki kaitan dengan Lee (Sunny Pang), bos gembong mafia paling ditakuti. Menyadari Ishmael masih hidup, Lee dan anak buahnya mulai melakukan perburuan, menyeret Ailin dalam sentral konflik. Demi menyelamatkan wanita pujaan hati dan mencari kebenaran atas masa lalunya, Ishmael harus bertarung sendirian melawan para pembunuh yang dikirim Lee.

Soal cerita, "Headshot" yang naskahnya ditulis oleh Timo Tjahjanto adalah yang paling tipis di antara karya Mo Brothers lain, bahkan dibanding "Rumah Dara" sekalipun. Pasca romantika opera sabun di awal, praktis alurnya sekedar berpindah dari satu action sequence menuju action sequence berikutnya. Beberapa flashback selaku keping ingatan Ishmael sesekali mengisi, bertindak selaku jembatan. Walau urung memberi eksplorasi karakter mendalam di mana hubungan Ishmael dengan seluruh karakter tetap dangkal dan tanpa emosi, keberadaannya cukup guna memuluskan transisi adegan aksi, meniadakan perasaan mendadak akibat perpindahan momen kasar. 

Selain tipis, naskahnya turut bermasalah soal penulisan dialog, khususnya terkait percintaan Ishmael-Ailin yang selalu terdengar cheesy. Apalagi Iko masih kesulitan menyuntikkan emosi dalam aktingnya, sedangkan Chelsea tampak miscast kala harus memerankan karakter tanpa pembawaan meledak-ledak. Alhasil romansa mereka gagal terasa romantis. Berbagai kelemahan naskah itu bakal berujung kehancuran bagi kebanyakan film, tapi ingat, kita tengah membicarakan Mo Brothers, duo sinting yang ahli merangkum kekerasan menghibur, dan itu pula titik tertinggi "Headshot" tatkala tiap perkelahian adalah kebrutalan penghasil sorak sorai penonton. 


Mo Brothers memastikan semua anggota tubuh yang patah, tulang menyembul keluar, hingga kepala  pecah tidak lewat begitu saja. Nampak jelas dan berhiaskan tata suara yang solid, membuat penonton meringis membayangkan rasa sakitnya. Walau skala kecil, karakter berjarak, serta ketiadaan suasana genting (karakternya tidak terjebak) meminimalisir hadirnya ketegangan, keseruannya tak menurun, terlebih ketika kamera Yunus Pasolang selalu bergerak dinamis, ikut jungkir balik mengikuti arah pergerakan karakter meski gaya tersebut kurang efektif membangun intensitas. Pace pun terjaga, nyaman diikuti berkat penyuntingan gambar yang meskipun berlangsung cepat tapi mulus. 

Melihat koreografi silat Iko Uwais, wajar bila timbul pertanyaan "apa bedanya dengan "The Raid"?". Jawabannya terletak pada keputusan Mo Brothers menyelipkan komedi hitam. Keduanya seperti menyadari tengah menggarap film berisikan kisah cinta opera sabun, dan biar bagaimanapun, sulit menganggap serius suatu opera sabun. Alhasil, mereka menolak memaksakan diri menyajikan nuansa gelap, memilih bersenang-senang menyuruh Iko susah payah meniup zippo, menyangkutkan parang di atap bus, menancapkan potongan besi di tangan Tano (Zack Lee) supaya ia bisa berlagak bak Wolverine, dan lain sebagainya. Timbul sedikit tonal inconsistency namun tak sampai melucuti kesenangan. 

Tatkala ada kekecewaan dikarenakan porsi Julie Estelle yang berhenti hanya sebatas eye candy ketimbang sosok badass berdarah dingin macam Hammer Girl, Sunny Pang mampu menjadi lawan setara Iko Uwais, menghadirkan boss battle penuh pertukaran jurus bela diri kelas wahid yang layak ditempatkan sebagai puncak. Sayang, sentuhan romansa dramatik selaku konklusi pertarungan tersebut membuatnya antiklimaks. Pada akhirnya "Headshot" memang belum memenuhi ekspektasi, namun sungguh satu soap opera brutal penghasil hiburan menyenangkan. 


EmoticonEmoticon